Wisata Religi Syech Jumadil Kubro
16 Feb 2020
Tulis Komentar
Mojokerto - bagi umat muslim, nama Jumadil Kubro sudah
tidak asing lagi, terutama di pulau jawa, nama ulama ini memang kalah tenar
dibandingkan Wali Songo. Namun tanpa beliau, tidak mungkin ada Wali Songo.
Karena beliau adalah punjer Wali Songo, Dialah Sayyid Hussein Jumadil Kubro.
Seluruh Wali Songo adalah anak cucu beliau. Yuk, ziarahi makam beliau di
Trowulan, Mojokerto.
Kali ini PO Robiah Al Adawiyah mengantar rombongan dari
kutorejo, dlanggu, mojokerto.
Trowulan, Mojokerto tak hanya terkenal dengan peninggalan
Kerajaan Majapahit. Begitu anda masuk wilayah mojokerto anda sudah disambut
dengan gerbang gapuro majapahit, dan begitu memasuki trowulan, dari arah
Surabaya anda bisa lirik kanan, disana terdapat candi wringin lawang, dan
sangat banyak lagi candi-candi lain dikawasan trowulan.
Di Trowulan ada sebuah kompleks makam Islam kuno sejak
abad ke-14 masehi, Yaitu makam salah satu penyebar islam ditanah jawa, yang
tidak lain adalah makam Syekh Jamaluddin Al Husain Al Akbar alias Sayyid
Hussein Jumadil Kubro atau yang biasa disebut Syekh Jumadil Kubro. Beliau
adalah nenek moyang para Wali Songo.
Kompleks makam Islam kuno itu tepatnya terletak di Desa
Sentonorejo, Kecamatan Trowulan. Tepatnya sekitar 400 meter ke arah selatan
dari Pendopo Agung Trowulan, serta sekitar 1 Km dari Museum Majapahit dan Kolam
Segaran. Kompleks makam Troloyo kini tak lagi menunjukkan kesan kunonya setelah
dipugar.
Sebuah gerbang majapahit pertama terlihat saat kita berada
di area makam. Menyambut kedatangan peziarah di pintu masuk kompleks makam
menuju lorong panjang. Makam Syekh Jumadil Kubro terletak di sisi kanan lorong
masuk. Suasana sakral sudah terasa disini, menandakan betapa mulia beliau,
Seorang yang sangat berjasa bagi penyebaran agama islam di jawa, bahkan di
indonesia. Sebuah bangunan pendopo yang adem dan cukup megah menaungi makam
ulama besar ini yang dibalut kelambu putih. Dan tidak pernah sepi dari
wisatawan peziarah yang berdoa di depan makam Beliau.
Makam Syekh Jumadil Kubro mulai ramai dikunjungi peziarah
sejak tahun 2004 silam. Kala itu, Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur
menyatakan Syekh Jumadil Kubro sebagai salah satu wali sekaligus nenek moyang
dari para Wali Songo.
"Beliau ini datang ke Majapahit untuk menyebarkan
agama Islam. Kala itu beliau dibantu Tumenggung Satim yang lebih dulu masuk
Islam, sekitar abad ke 14 masehi,"
Begitu kurang lebihnya penyampaian dari gus dur.
dan tidak jauh berbeda pula apabila kita menelusuri
berbagai referensi sejarah. Antara lain Babad Tanah Cirebon yang dikeluarkan
Keraton Kasepuhan Cirebon sampai dengan publikasi sejarah diwaktu penjajahan
belanda oleh Martin Van Bruinessen, peneliti sejarah Islam Indonesia dari
Universitas Utrecht, Belanda.
Banyak catatan sejarah menyebutkan Syekh Jumadil Kubro
berasal dari Samarqand, kota kecil di negara Uzbekistan, Asia Tengah. Namun, Samarqand diduga hanya
tempat yang pernah didakwahi Syekh Jumadil Kubro, bukan tempat asal. Riwayat
hidup Syekh Jumadil Kubro alias Jamaluddin Hussein Al Akbar alias Sayyid
Hussein Jumadil Kubro menurut Bruinessen memiliki akar di Hadramaut, Yaman.
Bruinessen sudah meneliti di Makam Troloyo, membandingkan
dengan tulisan Gubernur Jenderal Inggris Thomas Standford Raffles 'History of
Java' dan Sayyid Alwi bin Tahir bin Abdallah Al Haddar Al Haddad tentang
'Sejarah Islam di Timur Jauh'. Sejarahnya sebagai berikut:
Biografi singkat dari Jamaluddin Hussein Al Akbar lahir sekitar tahun 1270
sebagai putera Ahmad Syah Jalaluddin, bangsawan dari Nasrabad di India. Kakek
buyutnya adalah Muhammad Shohib Mirbath dari Hadramaut yang bergaris keturunan
ke Imam Jafar Shodiq, keturunan generasi keenam dari Nabi Muhammad SAW. Setelah
resign dari jabatannya sebagai Gubernur Deccan di India, Jumadil Kubro
traveling ke berbagai belahan dunia untuk menyebarkan agama Islam.
Berbagai literatur lain juga menyebutkan Sayyid Hussein Jumadil
Kubro traveling sampai ke kota Maghribi di negara Maroko, Samarqand di Uzbekistan lalu
sampai ke Kelantan di Malaysia, Jawa pada era Majapahit dan akhirnya sampai ke
Gowa di Sulawesi Selatan. Dia wafat dan dimakamkan di Trowulan sekitar tahun 1376
masehi. Namun Bruinessen mengatakan ada kemungkinan makam yang asli malah di
Wajo, Sulawesi Selatan karena terakhir dia berdakwah di Gowa.
Disinilah aulia Sayyid Hussein Jumadil Kubro tanpa disadari banyak orang
Indonesia adalah perintis Wali Songo, karena 9 wali yang utama adalah
keturunannya. Versi sejarahnya beraneka macam, tapi salah satunya menyebutkan
semasa di Maroko, Sayyid Hussein Jumadil Kubro menikah dengan anak penguasa
setempat dan lahirnya Maulana Malik Ibrahim atau Maulana Malik Maghribi yang
menjadi Sunan Gresik.
Sebelum berpetualang, Ketika masih di Samarqand, beliau sudah menikah dengan putri bangsawan
Uzbekistan dan lahirlah Ibrahim Zainuddin Al Akbar As Samarqandiy alias Ibrahim
Asmoro. Ibrahim Asmoroqandi dibawa berdakwah ke Indo China kemudian menikah dengan
puteri dari Champa dan lahirlah cucu Jumadil Kubro yaitu Sunan Ampel, yang
menjadi ayah dari Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Cucu satu lagi dari puteri
Champa adalah Maulana Ishaq yang menjadi ayah dari Sunan Giri dan kakek dari
Sunan Kudus.
Ketika berada di Kelantan, Jumadil Kubro menikah juga
dengan puteri Raja Chermin. Cicitnya adalah Syarif Hidayatullah alias Sunan
Gunung Jati. Sementara Sunan Muria dan ayahnya Sunan Kalijaga merupakan family
jauh, keturunan dari adik Jumadil Kubro yang diajaknya traveling keliling dunia
untuk berdagang dan berdakwah. Keturunan Jumadil Kubro yang tidak berdakwah,
menjadi raja-raja kesultanan di Asia Tenggara dari Patani, Malaysia, Indonesia
sampai Mindanao.
Dengan sejarah sepenting itu, tidak salah jika
Presiden Gus Dur meresmikan makamnya sebagai situs bersejarah terhadap tokoh
yang sejatinya adalah pionir penyebaran agama Islam sebelum adanya Wali Songo.
Sampai saat ini, makam Syekh Jumadil Kubro tak pernah sepi dari wisatawan.
"Berziarah ke makam ini untuk mengingat Allah bahwa
kita juga akan mati," kata Romlah (50), peziarah asal Sidoarjo yang datang
dengan keluarganya. Dengan sewa bis pariwisata murah mojokerto
Pada saat bulan Ramadhan, pengunjung cenderung berkurang.
Peziarah akan membludak saat malam Jumat Legi (hari penanggalan Jawa), serta
mulai hari ke 20 hingga 28 bulan Ramadan (sepuluh hari terakhir bulan puasa)
yang dipercaya sebagai waktu turunnya Lailatul Qadar. Dan yang paling besar dan
padat volume peziarah meningkat drastis pada bulan Maulud, Syura, dan Rajab.
Keberadaan makam Syekh Jumadil Kubro terbukti sekali
memberikan berkah bagi para peziarah. Hilir mudik peziarah yang seolah tak
pernah sepi memberikan berkah rezeki bagi warga di sekitar kompleks makam.
Berbagai usaha yang menghasilkan uang mereka tekuni. Mulai dari menyediakan
jasa penitipan sepeda motor, menjual makanan dan minuman, hingga menjual
berbagai suvenir yang menjadi oleh-oleh bagi keluarga peziarah di rumah. Bahkan
kami sendiri sebagai admin persewaan bus pariwisata PO Robiah Aladawiyah
Sejahtera juga mengais rezeki dari makam aulia Syech Jumadil Kubro
Belum ada Komentar untuk "Wisata Religi Syech Jumadil Kubro"
Posting Komentar